Selasa, 24 Oktober 2017

Lelaki di Ujung Senja

Hasil gambar untuk senja

Rangkaian kisah ini menarik ulur hatiku, tapi hebatnya setelah banyak hari kulewati, orang kutemui, ragam kisah kujalani, tetap tidak ada yang berubah. Seakan semuanya tak bergerak. Tetap jalan di tempat. Seperti burung yang akan kembali ke sarangnya pada petang hari, seberapa jauh pun mereka bertualang menjalani kehidupan.

Ada dinding batas yang memisahkan dunia kita, ya aku tahu. Tembok tebal yang begitu sulit aku robohkan. Tembok itu berdiri kokoh membatasi dunia kita yang sebenarnya sudah jauh berbeda sejak awalnya. Tapi aku berpura-pura menjalaninya seperti tidak terjadi apa-apa, meski aku sadar, tembok itu masih berdiri kokoh, tidak seperti tembok di negara tempat tinggalmu yang berhasil dirobohkan menjelang millenia.

Aku masih di tempat yang sama, saat aku tahu kau telah melalang buana. Kau, masih sama seperti kali pertama aku mengenalmu. Masih seseorang yang baik hatinya, masih seseorang yang sangat enak dijadikan teman memikirkan beragam hal, berbagi informasi tentang kehidupan masing-masing, kehidupanmu yang selalu meningkat kadar semangatku, motivasi-motivasi tiada henti yang membuatku dengan senang hati berusaha lebih keras lagi, yah kamu masih sama, motivatorku yang seakan tidak lekang oleh waktu.

Dulu kamu adalah rahasia, tapi beberapa waktu lagi ada beberapa orang yang mampu memecahkan kode kehadiranmu. Kamu tak lagi jadi serahasia itu, meski lagi, aku belum siap untuk menunjukkannu dalam duniaku, karena ada kekosongan yang harus aku isi. Karena aku tahu, belum saatnya namamu mencuat kepermukaan.

Aku selalu suka senja, entahlah, karena warna magentanta mungkin? Yah mungkin saja. Dan salah satu keindahan takdir-Nya, aku tahu namamu untuk pertama kali juga saat senja, meski hampir saja berakhir, iya jadi kamu adalah lelaki di ujung senjaku.



Minggu, 08 Oktober 2017

My Thought About Tough Life

Life is tough, i didn't like to believe that words, but.. yeah it is a reality.

Hasil gambar untuk design illustration life is tough

Kalimat pembuka di postingan gue kali ini terlihat simple, tapi setelah gue pikirin lagi maknanya dalem banget, relate banget sama kehidupan gue sekarang. Banyak kejadian dalam beberapa waktu terakhir ini, amazed gue parah. Iya, amazed sama reality yang terjadi di sekitar gue, dan tekanannya mungkin bakal lebih tinggi lagi ke depannya.

Semua gue alami ketika gue magang. Fase ini awal mulanya gue mulai notice kalau dunia pasca kamus not that easy, even after you faced your bloodyshed in your skripsweet days. Gue magang di divisi keuangan perpajakan salah satu instansi di Indonesia. Gue mengalami hal-hal yang kurang menyenangkan buat gue secara pribadi, gue gak menemukan apa yang gue cari, even ilmu matematika gue kayak yang gak kepake sama sekali. Gue gak dapet kerjaan penting di saat orang sedivisi gue sibuk sama kerjaannya. Gue merasa gak dihargai, mereka underestimate sama gue, gue kayak gak dapet kesempatan untuk nunjukkin diri gue, kemampuan gue. Gue ada dikondisi yang ngebuat gue ngeblame orang lain, lingkungan gue lah, inilah itu lah.

Tapi di satu sisi gue sadar, gue terlalu idealis, gue gak using logic gue. Gue masih undergraduate dan pengennya kerjaan penting, dikasih kerjaan sederhana ngeluh. Gimana mau dapet proyek bagus and delivered it good kalau gue maunya instan, padahal semua butih proses, karakteristik millenial banget. Cuma mau enaknya doang. Padahal in fact, life is tough!

Sekarang gue semester 7, jadwal kuliah gue udah gak separah semester sebelum-sebelumnya. Harusnya waktu libur gue meningkat? Ternyata enggak. Dulu gue sempet mikir semester akhir itu enak, kuliah dikit, libur lebih banyak dan yah keindahan lain yang ada di belakangnya. Dan saat isi krs dan gue lihat jadwal kuliah gue senin sampe kamis, yang artinya Jumat sampe minggu gue libur, yang gue pikir bisa leha-leha, ternyata enggak.
Pada kenyataannya pikiran gue, waktu gue harus terbagi sana-sini sama urusan perskripsweetn yng cukup mengurus energi dan kesabaran gue. Belum lagi kegiatan-kegiatan yang harus gue lakuin, even when weekend comes.

Soal skripsi, gue dapet pembimbing, yang gak banyak yang milih, dari satu angkatan, gak ada yang milih dosen gue ini sebagai pilihan pertamanya (jadi di jurusan gue kita itu milih 5 dosen gitu buat jadi calon dosen ps kita, nah nanti dosen itu yang menentukan bakal milih kita apa enggak, dari kriteria-kriteria yang gue masih belum paham jelas, kayak sistem snmptn gitu sih gue rasa) gue milih dosen ps gue ini dipilihan ketiga, dan yah kalau biasanya satu dosen ps itu nanganin 2-3 mahasiswa S1, gue sendirian. 

Gue sendirian harus menaklukan dosen yang adalah guru besar matematika ipb pertama, seorang professor yang keperfeksionisannya sudah teruji, yang merupakan dosen tertua di departemen gue, yah itu yang harus gue hadapin sendirian. Nyari topik gak ada temen diskusi yang sebaya karena as expected calon topik gue ini bakal nyerempet-nyerempet setara topik tesis gitu. Ngajak janjian harus mempersiapkan dengan mateng, karena dosen gue mau gue harus ngerti at least inti permasalahaan yang bakal didiskusikan, dan lain-lain. Untuk informasi gue udah 3 kali ganti judul dan 3 kali ditolak bimbingan. 

Stressfull. Di satu sisi tugas semester ini membludak karena semua matkul gue laboratorium-related, taggungan beasiswa gue yang memaksa gue buat bolak-balik depok-bogor hampir setiap hari sabtu, amanah gue di bem fakultas, komunitas anti narkoba gue, dan propen yang udah deadline. Belum lagi kepanitian yang siap running, yah luar biasa.

Sempet sakit satu minggu dan cuma kuliah-kostan karena capek, lahir batin. Sementara tekanan tetep dateng dari mana-mana, gak peduli mau gue sakit atau sehat. Yah gue sempet merasa ada di titik jenuh parah. Mulai blame sana sini lagi. Tentang orang sekitar yang gak mau ngertiin gue, ini sih salah satu yang bikiin kecewa, orang yang membuat gue kecewa, mengecewakan gue untuk kedua kalinya, yang bikin gue lagi capek, makin capek buat bertahan, hehe.

Tapi di sisi lain gue sadar, orang lain menghadapi tekanan yang sama, mungkin lebih parah, mungkin sosok teman gue tadi dapat tekanan yang lebih parah, dan gue mungkin salah satu pelampiasannya.

Tapi after my storm week gue mulai percaya sih, keadaan itu buat gue belajar. Gue gak bakal dikasih tekanan sebegininya kalau gue gak sanggup, kalau gue gak bisa ambil hikmah. 

Pada akhirnya ini membawa gue bertemu keajaiban baru, keajaiban-keajaiban yang gak terduga. Gue ketemu orang-orang baik, temen, sahabat, keluarga yang gue sadar sayang sama gue. Siapa-siapa aja my true heroes, hehe

Hey you the fake one, i got you!

Gue ketemu anak-anak yang udah lulus S1, seniornya senior gue yng ngebantu gue cari topik, ketemu kakak-kakak magister yang bersedia share bahan-bahan buat skripsi gue. Dan secara gak langsung karena professor gue stricted parah, gue berkembang jadi pribadi yang menghargai waktu, cepet ambil keputusan sulit, lugas dalam bertindak. 

Jalan berduri yang gue tapaki, gue percaya bakal menuju sebuah tempat yang indah, yang gue gak tau kapan, kalau gak tepat waktu, ya pada waktu yang tepat.

Coretan kecil:
Gue nulis ini setelah melalui minggu yang hectic parah, tapi productive kok. Kamis gue kunjungan perusahaan ke AIA financial sama otoritas jasa keuangan. Jumat gue keliling jambu dua buat beli hp karena storage di hp gue udah tidak sesuai harapan. Sabtu gue harus ke ui dan telat dong karena gue berangkat kesiangan, pas pulang gue hectic sampe dipayungin abang gojek. Minggu gue ke kota nemuin kakak kostan yang udah lama janjian ketemuan tapi belum kesampean padahal punggung masih sakit-sakit gara-gara nentengin tas isi laptop sehari sebelumnya, dan pulang nyaris kehujanan.

Gue sampe pada kesimpulan bahwa, life is tough, bur make it simpler and just be joyful!

See you in my other post, dadah:D