Rabu, 04 September 2019

Me and My Badminton World

Beberapa tahun belakangan Bulutangkis eksistensinya terlihat mulai naik lagi. Terutama tahun 2019 ini. Terlihat dari TVRI Nasional yang berkomiten untuk menayangkan secara langsung Turnamen-turnamen level 750 ke atas. Bahkan badminton lovers mampu membuat rating TVRI meningkat saat gelaran Japan Open Super 500 beberapa bulan lalu.

Jadi kepikiran buat bercerita gimana Bulutangkis mengambil banyak tempat di sepanjang perjalanan hidupku.

Kalau ditanya sejak kapan ngikutin Bulutangkis? Mungkin jawabannya sejak dalam kandungan. Ibu suka cerita kalau dulu waktu hamil aku salah satu hobi beliau adalah nonton Bulutangkis. Hariyanto Arbi, Ricky Subagja dan Rexy Mainaky adalah beberapa nama yang sering kudengar, pemain kenamaan waktu jaman itu.

Aku suka Bulutangkis sejak Sekolah Dasar. Bermain bersama teman-teman di sekitar halaman rumah atau berlatih di Gedung Olah Raga bersama Ayah. Dulu Ayahku adalah seorang pemain Bulutangkis yang suka berlomba di kejuaraan daerah. Biasanya saat ada kejuaraan berlangsung keluargaku akan menonton dan mendukung bahkan hingga larut malam namun hanya pada akhir pekan karena kalau hari-hari biasa aku harus bersekolah.

Ketika sekolah dasar akupun mengikuti ekstrakurikuler Bulutangkis dan membawa raket kesayangan di hari Sabtu. Aku hanya suka bermain Bulutangkis tanpa ambisi untuk menjadi seorang atlit atau pemain bulutangkis karena keadaan fisikku yang lemah kala itu. Hanya bermain untuk sekedar mengisi waktu luang atau menemani Ayah dan Ibu berlatih. Ibuku juga pernah mengikuti kejuaraan tingkat kabupaten kala itu.

Aku lebih suka menonton pertandingan, entah itu secara langsung maupun dari televisi. Menonton pertandingan Ayah adalah favoritku, karena aku bebas meneriakkan dukungan bersama teman-temanku yang lain, yang ayahnya juga ikut terlibat dalam turnamen tersebut. Akhir pekan adalah hal yang paling ku nantikan kala itu, pergi ke Gedung Olah Raga di daerah tempat diadakannya turnamen, membawa dua buah botol Aqua untuk ddipukulkan satu sama lain dan membuat suara gaduh dan meneriakkan nama tim Ayahku. Aku suka menyantap Mie Tek-tek yang dijual di depan Gedung Olah Raga, Mie Tek-tek Goreng adalah favoritku.

Kalau untuk pemain yang mewakili Indonesia aku punya nama Greysia Polii sebagai Idola, sosok yang aku pilih untuk dipresentasikan saat mendapat tugas untuk mendeskripsikan idola saat Sekolah Menengah Pertama. Taufik Hidayat mungkin adalah idola pertamaku. Disusul Dyonisius Hayom Rumbaka yang memang tidak memiliki puncak karir segemilang Taufik.

Beberapa tahun lalu ada nama Jonatan Christie yang menarik perhatianku karena saat itu dia ikut turnamen beregu dan memenangkan pertandingan, padahal itu adalah kali pertama aku melihatnya. Melihat Bulutangkis lagi, karena sempat beberapa tahun tidak mengikuti kejuaraan Internasional lagi karena kesibukan kuliah dan tinggal di asrama yang sangat sulit untuk menonton tv.

Aku lupa kejuaraan apa tepatnya tapi itu adalah kejuaraan beregu putra sekitar tahun 2015 atau 2016.

Namun selepas dari turnamen itu nama Jojo belum kembali naik ke permukaan, hanya Anthony, tunggal putra Indonesia lainnya yang karirnya mulai melesat. Hingga Agustus 2018 Jojo meraih kemenangan penting dengan menjadi juara Asian Games meskipun belum pernah memenangkan BWF World Tour satu kalipun saat itu.

Saat ini mendapatkan informasi tentang Bulutangkis terasa jauh lebih mudah daripada masa itu. Kalau untuk siaran langsung tentu ada plus minus. Sewaktu kompas TV memegang hak siar sebenarnya lebih menyenangkan karena lebih ada kepastian, saat hak siar dipegang TVRI ada sedikit ketidakjelasan, seperti jam tayang yang diambil TVRI daerah, bertabrakan dengan siaran ini dengan siaran itu.  Tetap mengapresiasi TVRI karena telah kembali mewarnai hari kami karena setelah Kompas TV mengumumkan tidak mampu membeli hak siar ada masa di mana menonton bulutangkis melalui live streaming. Tentu sangat mengapresiasi TVRI semoga kedepannya bisa lebih baik lagi.