Jumat, 20 Februari 2015

I Believe I Can Fly



 https://adiozh.files.wordpress.com/2012/06/plan.jpg

Hari dimana 100 hari tersisa tentang kepulangannya kembali, ya, kepulangan Joong Ki setelah kurang lebih 21 bulan berada dalam masa wajib militernya, hari dimana penantian itu akan semakin menuju akhirnya setelah lama terus setia menunggu dan menanti.

Hari ini aku belajar banyak hal dimana satu hari sebelumnya aku mengikuti kegiatan bagaimana caranya kita memanajemen mimpi dan cara berorganisasi. Tapi, hatiku seperti terbuka ketika banyak kata-kata yang memang seperti menohok perasaanku, yang membuat aku seperti tersadar.

http://www.bimba-aiueo.com/wp-content/uploads/c12.png

“Tak ada cita-cita yang terlalu tinggi, yang ada adalah usaha yang tidak setinggi cita-cita anda”
( Rangga Umara)

Kalimat itu sangat singkat kawan tapi memiliki arti yang mendalam. Kalimat tersebut bukan kalimat yang terlalu mendalam tapi mampu dikenali oleh perasaan. Sebuah quote yang mengartikan bahwa kegagalan dari sesorang bukanlah karena mimpinya yang terlalu tinggi, tapi, usaha yang dilakukannya tidak sesuai dengan apa yang dicita-citakannya. Banyak sekali waktu, saat aku mengutarakan keinginanku adalah ini dan keinginanku adalah itu tapi sering kali pula aku tak melakukan usaha apa-apa untuk mewujudkan setiap impian yang telah kuucapkan sebelumnya.

Selalu percaya kawan bahwa Tuhan yang mahabaik tidak akan mengecewakan hamba-Nya

Jika Dia mengizinkan kita untuk memikirkan hal besar

Maka, Dia pun akan membukakan jalan untuk kita melakukan dan mendapatkan

https://terjamah.files.wordpress.com/2010/08/harapan.jpg?w=588&h=400

Suatu ketika ada sebuah tantangan dimana kita harus mematahkan sebatang pensil atau juga lebih dari itu dengan menggunakan jari kita, antara satu dua dan tiga. Kemudian saya memilih untuk mematahkan sebatang pensil dan menggunakan dua jari, modal yang diperlukan bukanlah jurus-jurus karate, tapi hanya satu, yaitu, KEYAKINAN kawan. Awalnya saya merasa apa itu mungkin hingga muncullah keragu-raguan dalam diri saya apakah saya bisa, mematahkan pensil itu dan benar saja saya gagal begitupun pada percobaan kedua. Hingga datang seseorang yang bisa disebut sebagai trainer menghampiri saya dan teman saya, dan ia berkata:

“Wah teman-teman, ada teman kalian yang masih belum mampu mematahkan pensil ini”

Kemudian tanpa kesiapan saya mencoba mematahkan pensil itu untuk yang ketiga kali, dan saya masih belum berhasil.

“Kenapa sudah dilakukan kan saya belum memberi instruksi” kata Trainer itu.

Saya baru sadar kalau ternyata saya disuruh menunggu instruksi, ketika percobaan selanjutnya saya mencoba menggunakan tangan kiri, tapi sang trainer menyuruh saya melakukakannya dengan tangan kanan saya.

Walaupun dengan jari yang telah memerah dan kesakitan karena telah beberapa kali gagal melakukannya akhirnya ketika trainer selesai memberikan sebuah sugesti maksudnya menyuruh saya membayangkan bahwa jari saya keras sekeras pensil yang akan saya patahkan akhirnya tanpa disangka pensil itu patahJ

Ternyata peristiwa itu memiliki makna dibaliknya.

Pensil dianalogikan sebagai cita-cita kita.

Jari kita dianalogikan sebagai usaha kita.

Kegiatan tersebut menganalogikan bahwa sebenarnya yang menjadi penyebab kita gagal mencapai impian kita adalah bukan karena mimpi kita yang terlalu tinggi, tapi usaha yang kita lakukan belum maksimal belum sesuai dengan apa yang kita cita-citakan.

0 komentar:

Posting Komentar