Hari dimana 100 hari tersisa tentang kepulangannya kembali,
ya, kepulangan Joong Ki setelah kurang lebih 21 bulan berada dalam masa wajib
militernya, hari dimana penantian itu akan semakin menuju akhirnya setelah lama
terus setia menunggu dan menanti.
Hari ini aku belajar banyak hal dimana satu hari sebelumnya
aku mengikuti kegiatan bagaimana caranya kita memanajemen mimpi dan cara
berorganisasi. Tapi, hatiku seperti terbuka ketika banyak kata-kata yang memang
seperti menohok perasaanku, yang membuat aku seperti tersadar.
“Tak ada cita-cita yang terlalu tinggi, yang ada adalah
usaha yang tidak setinggi cita-cita anda”
( Rangga Umara)
Kalimat itu sangat singkat kawan tapi memiliki arti yang
mendalam. Kalimat tersebut bukan kalimat yang terlalu mendalam tapi mampu
dikenali oleh perasaan. Sebuah quote yang mengartikan bahwa kegagalan dari
sesorang bukanlah karena mimpinya yang terlalu tinggi, tapi, usaha yang
dilakukannya tidak sesuai dengan apa yang dicita-citakannya. Banyak sekali
waktu, saat aku mengutarakan keinginanku adalah ini dan keinginanku adalah itu
tapi sering kali pula aku tak melakukan usaha apa-apa untuk mewujudkan setiap
impian yang telah kuucapkan sebelumnya.
Selalu percaya kawan bahwa Tuhan yang mahabaik tidak akan
mengecewakan hamba-Nya
Jika Dia mengizinkan kita untuk memikirkan hal besar
Maka, Dia pun akan membukakan jalan untuk kita melakukan dan
mendapatkan
Suatu ketika ada sebuah tantangan dimana kita harus
mematahkan sebatang pensil atau juga lebih dari itu dengan menggunakan jari
kita, antara satu dua dan tiga. Kemudian saya memilih untuk mematahkan sebatang
pensil dan menggunakan dua jari, modal yang diperlukan bukanlah jurus-jurus
karate, tapi hanya satu, yaitu, KEYAKINAN kawan. Awalnya saya merasa apa itu
mungkin hingga muncullah keragu-raguan dalam diri saya apakah saya bisa,
mematahkan pensil itu dan benar saja saya gagal begitupun pada percobaan kedua.
Hingga datang seseorang yang bisa disebut sebagai trainer menghampiri saya dan
teman saya, dan ia berkata:
“Wah teman-teman, ada teman kalian yang masih belum mampu
mematahkan pensil ini”
Kemudian tanpa kesiapan saya mencoba mematahkan pensil itu
untuk yang ketiga kali, dan saya masih belum berhasil.
“Kenapa sudah dilakukan kan saya belum memberi instruksi”
kata Trainer itu.
Saya baru sadar kalau ternyata saya disuruh menunggu
instruksi, ketika percobaan selanjutnya saya mencoba menggunakan tangan kiri,
tapi sang trainer menyuruh saya melakukakannya dengan tangan kanan saya.
Walaupun dengan jari yang telah memerah dan kesakitan karena
telah beberapa kali gagal melakukannya akhirnya ketika trainer selesai
memberikan sebuah sugesti maksudnya menyuruh saya membayangkan bahwa jari saya
keras sekeras pensil yang akan saya patahkan akhirnya tanpa disangka pensil itu
patahJ
Ternyata peristiwa itu memiliki makna dibaliknya.
Pensil dianalogikan sebagai cita-cita kita.
Jari kita dianalogikan sebagai usaha kita.
0 komentar:
Posting Komentar